SELF EFFICACY
a.
Pengertian
Self Efficacy
Jika individu tidak yakin dapat berhasil dengan apa yang dilakukannya, maka
ia akan memiliki sedikit motivasi untuk bertindak, apalagi berhasil. Bagaimana
bisa berhasil, jika sudah tidak ada keyakinan di awal (Friedman &
Schustack, 2008). Keyakinan inilah yang diyakini oleh Albert Bandura sebagai self efficacy.
Pengertian self efficacy menurut
Bandura (1997: 127) adalah “Self efficacy
refers to beliefs in one’s capabilities to organize and excute the courses of
action required to produce given attainments”. Artinya, Self efficacy merupakan keyakinan
individu atas kemampuan mengatur dan melakukan serangkaian kegiatan yang
menuntut suatu pencapaian atau prestasi.
Menurut Greenhaus, dkk (2001), self efficacy dapat diartikan sebagai “Person’s beliefs concerning his or her
ability to successfully perform a given task or behavior”. Artinya, Keyakinan
individu akan kemampuannya untuk berhasil dalam unjuk kerja atas tugas-tugas
yang telah diberikan.
Sementara Friedman dan Schustack
(2008) mendefinisikan self efficacy
adalah ekspektasi keyakinan (harapan) tentang seberapa jauh individu mampu
melakukan satu perilaku dalam suatu situasi tertentu”. Sejalan pendapat di atas,
Woolfolk (2009) memandang self-effcacy
mengacu pada pengetahuan individu tentang kemampuannya sendiri untuk
menyelesaikan tugas tertentu tanpa perlu membandingkan dengan kemampuan orang
lain.
Dari beberapa uraian di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa self efficacy
adalah keyakinan individu akan kemampuannya untuk berhasil dalam bertindak,
menunjukkan perilaku yang harus dilakukan, menyelesaikan tugas sehingga
mencapai hasil yang diinginkan.
b.
Dimensi-Dimensi
Self Efficacy
Menurut Bandura (1997), keyakinan akan kemampuan diri individu dapat
bervariasi pada masing-masing dimensi. Beberapa dimensi berikut ini memiliki
implikasi penting terhadap performa individu. Dimensi-dimensi tersebut yaitu
1) Level/magnitude
Dimensi ini
berkaitan dengan derajat kesulitan tugas dimana individu merasa mampu atau
tidak untuk melakukannya, sebab kemampuan diri individu dapat berbeda-beda. Konsep
dalam dimensi ini terletak pada keyakinan individu atas kemampuannya terhadap
tingkat kesulitan tugas. Jika individu dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun
menurut tingkat kesulitannya, maka keyakinannya individu akan terbatas pada
tugas-tugas yang mudah, kemudian sedang hingga tugas-tugas yang paling sulit,
sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku
yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat. Makin tinggi taraf kesulitan tugas,
makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya.
Keyakinan
individu berimplikasi pada pemilihan tingkah laku berdasarkan hambatan atau
tingkat kesulitan suatu tugas atau aktivitas. Individu terlebih dahulu akan
mencoba tingkah laku yang dirasa mampu dilakukannya dan menghindari tingkah
laku yang berada di luar batas kemampuannya. Rentang kemampuan individu dapat
dilihat dari tingkat hambatan atau kesulitan yang bervariasi dari suatu tugas
atau aktivitas tertentu.
2) Strength
Dimensi ini
berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu
mengenai kemampuannya. Pengharapan yang lemah mudah digoyahkan oleh
pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang mantap
mendorong individu tetap bertahan dalam usahanya. Meskipun mungkin ditemukan pengalaman
yang kurang mendukung.
Dimensi ini
biasanya berkaitan langsung dengan dimensi level, dimana makin tinggi taraf
kesulitan tugas, makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya
3)
Generality
Dimensi ini
berkaitan dengan keyakinan individu akan kemampuannya melaksanakan tugas di
berbagai aktivitas. Aktivitas yang bervariasi menuntut individu yakin atas
kemampuannya dalam melaksanakan tugas atau aktivitas tersebut, apakah individu
merasa yakin atau tidak. Individu mungkin yakin akan kemampuannya pada banyak
bidang atau hanya pada beberapa bidang tertentu, misalnya seorang siswa yakin
akan kemampuannya pada matakuliah statistik tetapi ia tidak yakin akan
kemampuannya pada matakuliah bahasa Inggris, atau seseorang yang ingin
melakukan diet, yakin akan kemampuannya dapat menjalankan olahraga secara
rutin, namun ia tidak yakin akan kemampuannya mengurangi nafsu makan, itulah
mengapa dietnya tidak berhasil
c.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi self efficacy
Perubahan tingkah laku, menurut Bandura (Alwisol, 2008) kuncinya adalah
perubahan ekspektasi self efficacy. Self efficacy atau keyakinan kemampuan
diri tersebut dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui
salah satu atau kombinasi empat sumber, diantaranya:
1) Past performance accomplishments (pengalaman
performansi)
Pengalaman
performansi adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa yang lalu. Sebagai
sumber, performansi masa lalu menjadi pengubah self efficacy yang paling kuat pengaruhnya. Prestasi (masa lalu)
yang bagus meningkatkan ekspektasi kemampuan (efficacy), sedangkan kegagalan akan menurunkan kemampuan (efficacy). Sementara mencapai
keberhasilan akan memberikan dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung
proses pencapaiannya seperti; semakin sulit tugasnya; keberhasilan akan membuat
efikasi semakin tinggi; mengerjakan suatu tugas sendiri lebih meningkatkan
efikasi dibandingkan jika mengerjakan secara kelompok atau dibantu oleh orang
lain; kegagalan dapat menurunkan efikasi jika inidvidu telah berusaha sebaik
mungkin; jika individu mengalami kegagalan secara emosional/stres, namun ia
dalam kondisi yang optimal maka tidak akan memberi dampak buruk baginya; jika individu
mengalami kegagalan setelah memiliki efikasi yang kuat, maka dampaknya juga
tidak akan seburuk jika individu yang belum memilki efikasi kuat; atau orang
yang biasa berhasil, namun sesekali ia gagal maka tidak akan mempengaruhi
efikasinya.
Menurut Bandura
(1986) jika individu telah memiliki self-efficacy
yang kuat, ia dapat mengembangkannya dengan mengulangi keberhasilannya.
Kegagalan kadang-kadang tidak memiliki pengaruh banyak terhadap penilaian dari
kemampuan seseorang
2) Vicarious Experience (Pengalaman orang lain)
Pengalaman
orang lain diperoleh melalui model sosial. Self-efficacy
akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya self efficacy akan menurun jika
mengamati orang yang kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya ternyata gagal.
Melalui pengamatan (melihat atau memvisualisasikan) terhadap orang lain,
individu dapat meningkatkan persepsi diri tentang keberhasilan bahwa ia
memiliki kemampuan dalam melaksanakan kegiatan yang serupa dengan orang lain
3) Verbal persuasion (persuasi sosial)
Self efficacy juga dapat diperoleh, diperkuat
atau dilemahkan melalui persuasi sosial. Dampak dari sumber ini terbatas, namun
pada kondisi yang tepat persuasi diri orang lain dapat mempengaruhi self efficacy. Kondisi itu adalah rasa
percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang
dipersuasikan
4) Emotional arousal (keadaan emosional)
Keadaan emosi yang mengikuti suatu
kegiatan akan mempengaruhi self efficacy
di bidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas, stress, dapat mengurangi
self efficacy. Namun, bisa terjadi
peningkatan emosi (yang tidak berlebihan) dapat meningkatkan self efficacy. Perubahan tingkah laku
akan terjadi kalau sumber ekspektasi self
efficacy akan berubah sehingga perubahan self efficacy banyak digunakan untuk memperbaiki kesulitan dan
adaptasi tingkah laku orang yang mengalami berbagai masalah behavioral.
Selain faktor-faktor di atas, Schunk
dan kawan-kawan (2002) menjelaskan salah satu faktor yang mempengaruhi self efficacy terhadap penilaian dalam
menyelesaikan tugas terletak pada fungsi dari perbedaan individu atau
lingkungan. Selain itu, self efficacy
juga dapat mempengaruhi aktivitas, usaha dan ketekunan individu sehingga antara
harapan hasil dan self efficacy saling
berkaitan satu sama lainnya dalam perolehan hasil yang diinginkannya
Sumber Rujukan:
No comments:
Post a Comment