Saturday, 28 March 2015

Self Efficacy



SELF EFFICACY 

a.      Pengertian Self Efficacy
Jika individu tidak yakin dapat berhasil dengan apa yang dilakukannya, maka ia akan memiliki sedikit motivasi untuk bertindak, apalagi berhasil. Bagaimana bisa berhasil, jika sudah tidak ada keyakinan di awal (Friedman & Schustack, 2008). Keyakinan inilah yang diyakini oleh Albert Bandura sebagai self efficacy.
Pengertian self efficacy menurut Bandura (1997: 127) adalah “Self efficacy refers to beliefs in one’s capabilities to organize and excute the courses of action required to produce given attainments”. Artinya, Self efficacy merupakan keyakinan individu atas kemampuan mengatur dan melakukan serangkaian kegiatan yang menuntut suatu pencapaian atau prestasi.
Menurut Greenhaus, dkk (2001), self efficacy dapat diartikan sebagai “Person’s beliefs concerning his or her ability to successfully perform a given task or behavior”. Artinya, Keyakinan individu akan kemampuannya untuk berhasil dalam unjuk kerja atas tugas-tugas yang telah diberikan.
Sementara Friedman dan Schustack (2008) mendefinisikan self efficacy adalah ekspektasi keyakinan (harapan) tentang seberapa jauh individu mampu melakukan satu perilaku dalam suatu situasi tertentu”. Sejalan pendapat di atas, Woolfolk (2009) memandang self-effcacy mengacu pada pengetahuan individu tentang kemampuannya sendiri untuk menyelesaikan tugas tertentu tanpa perlu membandingkan dengan kemampuan orang lain.
Dari beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa self efficacy adalah keyakinan individu akan kemampuannya untuk berhasil dalam bertindak, menunjukkan perilaku yang harus dilakukan, menyelesaikan tugas sehingga mencapai hasil yang diinginkan.
b.      Dimensi-Dimensi Self Efficacy
Menurut Bandura (1997), keyakinan akan kemampuan diri individu dapat bervariasi pada masing-masing dimensi. Beberapa dimensi berikut ini memiliki implikasi penting terhadap performa individu. Dimensi-dimensi tersebut yaitu
     1)      Level/magnitude
Dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas dimana individu merasa mampu atau tidak untuk melakukannya, sebab kemampuan diri individu dapat berbeda-beda. Konsep dalam dimensi ini terletak pada keyakinan individu atas kemampuannya terhadap tingkat kesulitan tugas. Jika individu dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka keyakinannya individu akan terbatas pada tugas-tugas yang mudah, kemudian sedang hingga tugas-tugas yang paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat. Makin tinggi taraf kesulitan tugas, makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya.
Keyakinan individu berimplikasi pada pemilihan tingkah laku berdasarkan hambatan atau tingkat kesulitan suatu tugas atau aktivitas. Individu terlebih dahulu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas kemampuannya. Rentang kemampuan individu dapat dilihat dari tingkat hambatan atau kesulitan yang bervariasi dari suatu tugas atau aktivitas tertentu.
      2)      Strength
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai kemampuannya. Pengharapan yang lemah mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong individu tetap bertahan dalam usahanya. Meskipun mungkin ditemukan pengalaman yang kurang mendukung.
Dimensi ini biasanya berkaitan langsung dengan dimensi level, dimana makin tinggi taraf kesulitan tugas, makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya
      3)      Generality
Dimensi ini berkaitan dengan keyakinan individu akan kemampuannya melaksanakan tugas di berbagai aktivitas. Aktivitas yang bervariasi menuntut individu yakin atas kemampuannya dalam melaksanakan tugas atau aktivitas tersebut, apakah individu merasa yakin atau tidak. Individu mungkin yakin akan kemampuannya pada banyak bidang atau hanya pada beberapa bidang tertentu, misalnya seorang siswa yakin akan kemampuannya pada matakuliah statistik tetapi ia tidak yakin akan kemampuannya pada matakuliah bahasa Inggris, atau seseorang yang ingin melakukan diet, yakin akan kemampuannya dapat menjalankan olahraga secara rutin, namun ia tidak yakin akan kemampuannya mengurangi nafsu makan, itulah mengapa dietnya tidak berhasil
c.       Faktor-faktor yang mempengaruhi self efficacy
Perubahan tingkah laku, menurut Bandura (Alwisol, 2008) kuncinya adalah perubahan ekspektasi self efficacy. Self efficacy atau keyakinan kemampuan diri tersebut dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, diantaranya:
      1)      Past performance accomplishments (pengalaman performansi)
Pengalaman performansi adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa yang lalu. Sebagai sumber, performansi masa lalu menjadi pengubah self efficacy yang paling kuat pengaruhnya. Prestasi (masa lalu) yang bagus meningkatkan ekspektasi kemampuan (efficacy), sedangkan kegagalan akan menurunkan kemampuan (efficacy). Sementara mencapai keberhasilan akan memberikan dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung proses pencapaiannya seperti; semakin sulit tugasnya; keberhasilan akan membuat efikasi semakin tinggi; mengerjakan suatu tugas sendiri lebih meningkatkan efikasi dibandingkan jika mengerjakan secara kelompok atau dibantu oleh orang lain; kegagalan dapat menurunkan efikasi jika inidvidu telah berusaha sebaik mungkin; jika individu mengalami kegagalan secara emosional/stres, namun ia dalam kondisi yang optimal maka tidak akan memberi dampak buruk baginya; jika individu mengalami kegagalan setelah memiliki efikasi yang kuat, maka dampaknya juga tidak akan seburuk jika individu yang belum memilki efikasi kuat; atau orang yang biasa berhasil, namun sesekali ia gagal maka tidak akan mempengaruhi efikasinya.
Menurut Bandura (1986) jika individu telah memiliki self-efficacy yang kuat, ia dapat mengembangkannya dengan mengulangi keberhasilannya. Kegagalan kadang-kadang tidak memiliki pengaruh banyak terhadap penilaian dari kemampuan seseorang
      2)      Vicarious Experience (Pengalaman orang lain)
Pengalaman orang lain diperoleh melalui model sosial. Self-efficacy akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya self efficacy akan menurun jika mengamati orang yang kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya ternyata gagal. Melalui pengamatan (melihat atau memvisualisasikan) terhadap orang lain, individu dapat meningkatkan persepsi diri tentang keberhasilan bahwa ia memiliki kemampuan dalam melaksanakan kegiatan yang serupa dengan orang lain
      3)      Verbal persuasion (persuasi sosial)
Self efficacy juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui persuasi sosial. Dampak dari sumber ini terbatas, namun pada kondisi yang tepat persuasi diri orang lain dapat mempengaruhi self efficacy. Kondisi itu adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan
     4)      Emotional arousal (keadaan emosional)
Keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi self efficacy di bidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas, stress, dapat mengurangi self efficacy. Namun, bisa terjadi peningkatan emosi (yang tidak berlebihan) dapat meningkatkan self efficacy. Perubahan tingkah laku akan terjadi kalau sumber ekspektasi self efficacy akan berubah sehingga perubahan self efficacy banyak digunakan untuk memperbaiki kesulitan dan adaptasi tingkah laku orang yang mengalami berbagai masalah behavioral.
Selain faktor-faktor di atas, Schunk dan kawan-kawan (2002) menjelaskan salah satu faktor yang mempengaruhi self efficacy terhadap penilaian dalam menyelesaikan tugas terletak pada fungsi dari perbedaan individu atau lingkungan. Selain itu, self efficacy juga dapat mempengaruhi aktivitas, usaha dan ketekunan individu sehingga antara harapan hasil dan self efficacy saling berkaitan satu sama lainnya dalam perolehan hasil yang diinginkannya

Sumber Rujukan:

No comments:

Post a Comment